Minggu (11/8) Ketua Umum YAPI, Kolonel Kes Dr.dr. H. Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP, FINSS, FINPS, AAK, bersama anak-anak Asrama Sunan Gunung Jati yang berada di bawah naungan YAPI melaksanakan Sholat Idul Adha di area Gereja kawasan Jendral Urip Jatinegara Jakarta Timur. Hal yang unik yakni Sholat Idul Adha dilaksanakan di sekitar pelataran gereja yang memaknai tolernansi atara umat.
Tidak hanya sholat Idul Adha, pada kesempatan tersebut, dr. Wawan menjadi khotib dengan tema Menjaga Kemampuan Otak Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Berikut ini adalah isi khutbah Idul Adha yang disampaikan oleh Ketua Umum YAPI, Dr. dr. Wawan Mulyawan.
Kita tidak perlu lagi seperti Nabi Ibrahim as yang harus mengarungi perjalanan yang begitu panjang dan dengan begitu banyak cobaan sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rosul Alloh, dan karenanya dianggap sebagi nabi yang paling mulia setelah Nabiyalloh Muhammad SAW. Namanya selalu kita bacakan saat kita tasyahud dalam setiap sholat kita. Kama shollaita ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim. Mencermati perjalanan Nabi Ibrahim as menuju ketauhidannya sangatlah menarik. Nabi Ibrahim tidaklah tiba-tiba diberi perintah menyembelih putranya Ismail, sebelum ketauhidannya dikuatkan. Proses menuju ketauhidan Ibrahim ini, jika kita baca di dalam Al Quran adalah melalui perjalanan pemahaman dengan penggunaan akal yang jenius dari Ibrahim. Kisah bagaimana Ibrahim dalam menemukan dan mengenal Alloh melalui pencarian tauhid Uluhiyah, Rububbiyah dan Mulkiyah tentu pernah kita baca dan ketahui. Dalam pencariannya, Nabi Ibrahim melatih akalnya untuk menemukan Allah yang Maha Kuasa di atas segalanya. Tentunya Nabi Ibrahim harus menjalani ijtihad akal pikirannya yang sangat berat namun tetap jernih.
Merefleksikan bagaimana perjalanan Ibrahim mencari Tuhannya dengan menggunakan akal pikirannya yang sangat cerdas itu, maka di era milenial ini dimana masyarakat (termasuk masyarakat Muslim di dalamnya) dengan tidak konsisten, penuh ambiguitas, mencampuradukkan antara penggunaan obyektiftas kecerdasan otak yang mereka agungagungkan namun di pihak lain juga secara subyektif melakukan penyebaran informasi yang tidak disaring atau diverifikasi Ma’asyiral Muslimin Pemahaman tentang penggunaan otak sebagai pusat kecerdasan dengan segala bentuk kata padanannya seperti logika, common sense, mantik, obyektifitas, masuk akal, telah secara filosofis dan praktis disebutkan dalam AlQuran. Alloh telah 16 (enambelas) kali menyebut frase “ulul albab” atau kaum yang berfikir (dan berzikir) ketika bicara tentang kepatuhan kepada Rabbnya mau pun tentang tanda-tanda alam. Seperti disebutkan dalam AlQuran Surat Al Imran ayat 190-191.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
Karena itulah kita sebagai ulul albab, mahluk yang diberi Alloh otak yang cerdas (tidak seperti binatang yang otaknya terbelakang) harus menggunakan akal kita dalam rangka mendekatkan diri kita kepada Alloh. Membangun hubungan vertikal dengan Alloh yang bersifat transendental dan hubungan horisontal dengan manusia yang bersifat kasat mata dibutuhkan keseimbangan otak dalam berfikir dan berzikir, sehingga pengabian kjita yang total kepada Rabb dilandasi atas pemahaman kecerdasan otak kita terhadap fenomena alam dan fenomena kehidupan bermasyarakat.
Dalam hal kecerdasan otak kita untuk menyikapi fenomena kehidupan bermasyarakat, sebagai ummat Islam yang ulul albab, kehati-hatian kita dalam menerima informasi melalui peran teknologi informasi yang arusnya sekarang demikian kuat, sangatlah diperlukan. Mari kita ingat kata-kata juru propaganda NAZI Jerman kepercayaan Hitler, lebih dari 70 tahun yang lalu, Joseph Goebbels yang mengatakan bahwa “Kebohongan yang dikampanyekan secara terusmenerus dan sistematis akan berubah menjadi (seolah-olah sebuah) kebenaran! Sedangkan kebohongan sempurna adalah kebenaran yang diputarbalik sedikit saja”. Saat ini kalimat ini menemukan waktunya yang sangat sempurna, karena dengan teknologi media sosial yang memasuki demikian dalam ruang pribadi kita, hampir tak ada lagi benteng fisik untuk menahan arus informasi itu . Kita lah sebagai umat yang harus cerdas menggunakan otak kita dalam menerima setiap informasi. Setiap yang dianggap kebenaran, bisa saja sebuah kebohongan, demikian juga sebaliknya.
Bagaimana kita sebagai ummat siap untuk menjaga otak kita tetap sehat, siap dan tahan lama dalam menghadapi gempuran informasi yang datang silih berganti tanpa tahu benar atau salahnya? Sebelum itu marilah kita sedikit pelajari bagaimana otak kita bekerja dalam menerima atau menyalurkan data atau informasi. Secara garis besar, otak kita terdiri dari sel saraf yang dinamakan (1) neuron dan sel pendampingnya yang disebut (2) sel glia. Nah, sel neuron ini terdiri dari (1) dendrit, yang menerima sinyal dari neuron lain, (2) badan sel saraf, yang memproses sinyal, seperti CPU dalam computer, dan (3) akson, "kabel" panjang yang menjangkau dan berinteraksi dengan dendrit neuron lain.
Ketika bagian otak yang berbeda berkomunikasi dan berkoordinasi satu sama lain, mereka akan mengirim impuls saraf, yang merupakan muatan listrik yang bergerak dari akson, yang akan berinteraksi dengan dendrit sel saraf lainnya dan akhirnya mencapai neuron berikutnya dalam rantai. Untuk mempercepat interaksi saraf ini, sangat bergantung pada yang namanya myelin, jaringan berwarna putih (white matter) yang menyelubungi akson. Semakin banyak myelin yang menyelubungi, semakin cepat pengiriman data di otak. Karena itu terjadinya proses myelinisasi, atau pertambahan selubung myelin di otak, sangat dibutuhkan otak.
Dengan bertambahnya usia, myelin juga bertambah, namun dengan makin tuanya kita pertambahan myelin itu akan makin melambat, bahkan mungkin berhenti ketika manusia pikun atau disebut demensia. Berbagai usaha dan cara, telah dan terus diteliti para ahli untuk bagaimana kita dapat merangsang pertumbuhan selubung myelin tetap terjadi dengan baik, sehingga otak kita tetap mampu menganalisa fenomena di masyarakat dengan baik pula. Para ahli memberikan saran-saran untuk meningkatkan jumlah myelin dan memperlambat terjadinya kepikunan, sebagai berikut:
- Lakukan latihan pengulangan atau repetisi dalam mengerjakan hal-hal yang baik. Telah dipahami para ahli bahwa pengulangan atau latihan yang berulang-ulang akan menyebabkan myelin bertambah. Penelitian dengan imaging (semacam alat ronsen) pada otak menunjukkan terjadinya pertambahan white matter yang menjadi gudangnya myelin pada otak dengan seringnya latihan atau pengulangan. Bahkan pengulangan akan menyebabkan otomatisasi sehingga kita sering kali secara otomatis didorong melakukan sesuatu karena seringnya melakukan hal tersebut. Sebagai misal, seringnya kita menolong orang akan membuat kita secara spontan meninggalkan aktifitas kita untuk menolong orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Orang yang tidak terbiasa menolong akan tidak acuh saja meninggalkan korban luka-luka di kecelakaan tersebut, sebuah perilaku yang tentu tidak sesuai dengan ajaran Islam.
- Sering-sering membaca buku atau tulisan, mendengarkan audio, dan menonton video yang positif akan meningkatkan kemampuan otak dalam menganalisa bahkan memperlambat datangnya pikun/demensia. Sebaliknya membaca hal-hal yang kurang bermanfaat seperti pornografi akan memudahkan jaringan otak kita rusak yang kemudian sulit menampung informasi baru yang bermanfaat. Para ahli menemukan bahwa risiko turunnya kemampuan menganalisa bahkan pikun atau demensia secara signifikan lebih rendah di antara mereka yang sering berpartisipasi dalam kegiatan intelektual, seperti membaca buku, majalah, dan surat kabar, serta bermain permainan otak seperti mengisi TTS. Membaca tulisan yang bermanfaat sampai usia lanjut juga mengurangi penurunan daya ingat lebih dari 30 persen, dibandingkan dengan bentuk-bentuk aktivitas mental lainnya. Beberapa penelitian di masyarakat Muslim juga menunjukkan bahwa seringnya membaca dan mendengarkan AlQuran berperan mengurangi resiko kepikunan. Sebaliknya sering membaca tulisan, mendengarkan audio, dan menonton video yang kurang bermanfaat seperti pornografi misalnya, akan menyebabkan cepatnya penurunan aktifitas otak dan kepikunan. Penelitian menunjukkan terjadi kerusakan otak di bagian otak depan terjadi pada orang-orang yang ketagihan dengan pornografi dan menyebabkan terjadinya percepatan kepikunan yang disebut dengan frontotemporal dementia.
- Sering berkumpul dalam komunitas yang positif. Penelitian memperlihatkan sering berkumpul dan berdiskusi bersama dalam sebuah komunitas yang positif akan memperlambat terjadinya penurunan myelin. Kehidupan sosial yang wajar dan normal disertai dengan seringnya bersilaturahim yang positif akan mengurangi datangnya kepikunan.
- Jangan mudah marah dan mudah stress atau depresi. Ada sebuah hormon di otak, namanya kortisol. Hormon kortisol kadarnya meningkat saat kondisi emosional sesorang memburuk, baik saat marah, ketakutan, stress atau depresi. Penelitian menunjukkan bahwa terjadi demyelinisasi, yaitu berkurangnya myelin (terlihat dari berkurangya struktur white matter pada otak) pada orang-orang yang mengalami stress, depresi dan berperilaku sering marah berkepanjangan / kronik.
- Terakhir, Berikan tubuh kita asupan makanan dengan kadar lemak jenuh yang tinggi, dikombinasi dengan olahraga yang teratur. Jauhi mengkonsumsi lemak tak jenuh. Contoh makanan dengan kadar lemak jenuh yang tinggi adalah ikan, buah-buahan seperti alpukat, biji-bijian, kacang-kacangan, minyak zaitun, dan sayuran seperti bayam dan kubis. Kurangi cara memasaknya dengan menggoreng, karena minyak goreng terutama transfatnya mengandung lemak tidak jenuh yang berbahaya.
Biodata Dr. dr. Wawan Mulyawan
Kolonel Kes Dr.dr. H. Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP, FINSS, FINPS, AAK, lahir di Jakarta 24 Agustus 1965, Lulus dari FKUI tahun 1992, Wawan menjadi dokter militer TNI AU termasuk bertugas di skadron pesawat tempur latih MK-53 di Lanud Iswahyudi, Madiun. Kemudian mengambil spesialisasi bedah saraf di FKUI,lulus tahun 2001. Bidang minat di ilmu bedah sarafnya adalah di saraf tulang belakang (spine and spinal cord) dan Pain Management, sedangkan kajian riset keilmuan neurosainsnya berkutat di bidang hipoksia (kekurangan oksigen) pada otak. Karena keilmuannya di bidang Bedah Saraf dan Kedokteran Penerbangan, sejak tahun 2014 juga diangkat menjadi anggota Panel Ahli Dokter Kepresidenan RI.